|

Angin bertiup semakin kencang, malam pun terasa semakin dingin... Saatnya melanjutkan perjalanan...
Jalanan sudah beralih menjadi jalanan kecil yang sedikit rusak, menanjak, dan terus menanjak... Kami sudah keluar dari jalan utama Garut-Tasikmalaya ternyata. Jalanan sudah berbatu, dan sedikit sekali menemukan aspal.
Kabut tebal tak pernah hilang kala itu. Sempurna... *pikirku. Dari perumahan sampai kebun teh, jalanan tetap terus menanjak. Pegel, cape, ah sudah campur aduk! Padahal belum mulai berjalan yah... Sampai di tanjakan yang menurutku sangat nangre, aku turun karena mengingat saat itu motornya sudah tak kuat menanjak jika membawa boncengan. Ucil yang baik dengan menyuruhku membawa motornya *dengan bawa carriel juga untuk naik, sedangkan dia bersedia berjalan kaki untuk sampai ke tower. Dikira naik motor itu enak, gak taunya sama aja sih. Pegel tangan, pegel kaki, pegel hati pula.. #eeeaaaaa...
Angin malam tak pernah pergi. Dingin menusuk sampai ke raga yang sudah lelah tentunya. Satu orang (baca: Ucil) bergegas ke kantor pemancar meminta ijin untuk menitipkan motor di sana. Motor pun dinaikan setelah ijin di dapat. Menurut keterangan dari pihak kantor yang sedang berjaga, tidak ada satu orang pun pendaki yang naik ke Cikuray saat itu, mungkin karena bulan itu bulan Ramadhan yang jarang dipake mendaki kali yah.. tak tahu lah pastinya.
Istirahat adalah sebuah pilihan yang sangat ditunggu. Jangan lupa yah ada yang berjaga, mengingat harus masak dan makan sahur nantinya. Bendul adalah orang yang bersedia menjaga kami dari lelapnya alam mimpi. Aku, Ucil, Galih, Janu n' Rudi segera mengambil posisi untuk bobo... Dingin, hanya dengan berlapis matras dan sleeping bag, mata ini mulai terpejam ke tempat peraduannya.
02.30 WIB, harus memaksa badan ini untuk keluar dari hangatnya SB, harus memaksa mata ini untuk terbuka dan harus memaksa badan ini untuk masak. Tutug tahu dan oseng2 sayur menjadi pilihan. Tidak memasak mie adalah keputusan yang aku anggap benar *mengingat makan mie instan itu bikin kita cepet haus, padahal besok kami harus berpuasa. Makan selesai, lanjut tidurnya... *padahal waktu imsak masih lama.
Mentari pagi memberi kehangatan bagi orang-orang seperti kami, yang tidur tanpa tenda, hanya berselimutkan SB menahan angin yang edan sekali lah pokoknya. Semakin siang, semakin panas, panas dan panas. Mengumpulkan nyawa yang masih tertinggal di alam impenan. Membereskan bekas makan, bekas masak dan packing ulang adalah hal yang cepat kami lakukan, mengingat matahari semakin terik. Selesai semua, saatnya operasi semut agar tidak menyampah di tempat itu. Bersiap berdoa, dan Bismillah... berangkaaaaaaaaat
Operasi semut sebelum berangkat
Berdoa adalah hal yang tak boleh terlupakan. Berdoa dimulai...
Satu per satu kaki aku pun melangkah. Trek awal perjalanan adalah menyusuri kebun teh. Kita harus mengisi air kita di pertengahan jalanan kebun teh ini (gak jauh dari tempat start kita sih). Cikuray adalah gunung yang minim sumber air (bukan minim aja, gak ada malah). Jadi, harus full tank di mata air terakhir ini. Apapun alat yang bisa di gunakan untuk menampung air, isilah di sini (recomended).
Jalanan terus menanjak. Memandang perkebunan warga adalah pemandangan kali ini. Sampai di tanjakan yang cukup curam (menurutku), trek ini memang tanah, tapi sudah seperti pasir. Debunya sangat pekat tercium *mengingat angin terus berhembus. Ketika lewat di tanjakan ini, serasa berada di Tanjakan Cinta Gunung Semeru (kejauhan gak sih imajinasinya???). Nah tak jauh dari sini, barulah masuk ke vegetasi hutan tropis. Kerongkongan yang kering, matahari yang terik, dan kondisi yang sedang berpuasa membuat badan ini lemaaaaaasss sekali serta membuat kami sering berhenti.
Break di tengah perjalanan
Badan yang kekurangan cairan membuat badan kami cepat lesu. Trek yang terus menanjak (gak ada bonus trek) membuat intensitas berhenti kami sangat sering. Jalur dari pos 1 sampai pos 6 bahkan sampai puncak bayangan itu sama (sama-sama gak ada bonus). Godaan setan buat berbuka *dengan banyak alasan, mulai menggoda di sepanjang jalanan itu.
Senja pun datang, puncak bayangan adalah tempat break kami. Diantara kami berenam, tiga orang tidor, tiga lagi foto-foto sambil ngerumpi. Oh iya, berbicara mengenai tempat ini (baca:puncak bayangan), sedikit menarik untuk diperbincangkan. Konon katanya, ini adalah salah satu tempat misterius di Cikuray. Ada yang pernah hilang dan tidak ditemukan lagi (entah karena apa), dan tempatnya itu banyak yang bilang di sini. Membaca salah satu blog salah satu kawan pendaki juga, keanehan dan hal-hal yang terjadi di luar nalar itu di sini (bulu kuduk mendadak merinding). Tapi pembaca semua, aku dan kelima sahabatku ini tak merasakan hal yang ganjil apapun di sini, Alhamdulillaaaaaah....
Menunggu yang kawan yang pada tidur
Minjem kaca mata Galih untuk di futu
Yang dikejar sekarang itu sunset di Puncak, berhubung tak tahu informasi jarak dan kisaran waktu tempuh dari puncak ke puncak nyata (bayangan lawan katanya itu nyata), jadi berasa tuh puncak masih jauh *rasa-rasanya aja. Galih menawarkan membawakan carriel yang aku bawa, dan aku di suruh lari untuk mengejar sunset ke puncak, dengan perjanjian aku harus masak untuk berbuka nanti. Gak mikir panjang tuh, langsung aku setujui dan bergegas tancap gas di kaki ini buat sampai ke puncak nyata. Ucil yang berjalan di belakangku, mencoba menyusul *khawatir mungkin (mungkin yah). Dan ternyata, puncak itu tak jauh saudara-saudara, paling sekitar 10-15 menit saja. Bawa beban pun sebenarnya masih bisa menikmati sunset di sini. Asyem dah, aku ditipu Galih...
Puncak Cikuray itu sebuah tanah yang datar (dan lagi-lagi aku bilang gak luas) dengan bangunan anti badai di atasnya. Senja memang indah, dan ku akui itu di sini, di puncak Swiss Van Java Indonesia *halah. Tak lama aku di sana, yang lain pun sudah sampai.. *tuh kan!!! Foto-foto adalah kegiatan yang harus dilakukan di saat seperti ini. Puncak ini khusus aku persembahkan untuk adikku tersayang (baca: Ucu) yang saat itu tengah sakit terserang Flek. Yang lain menyuruh aku untuk bergegas memasak, mengingat waktu berbuka puasa yang tak lama. Okesip, bongkar daypack logistik dan membongkar setengah makanan untuk berbuka. Janu membantuku membongkarnya, sedangkan Ucil membantu memasaknya.... Terimakasih yaaaaaah ^.^
KPLH Pancaksuji 2818 mdpl
Sunset adalah hal yang ta boleh dilewatkan ketika berada di puncak Cikuray. Ketika langit cerah, lautan awan adalah pemandangan yang akan membuat mata takjub melihatnya. Menunggu nasi masak, menikmati anugerah Allah SWT yang memberikan pemandangan yang amat sangat indah ini tak boleh terlewatkan. Subhanallah... a miracle, this's Swiss Van Java! Perpaduan warna yang sangat indah. Layung (dalam bahasa Indonesia itu artinya Lembayung). Terimakasihku untuk mamah yang telah memberiku nama tengah SENJA. Keindahannya memang tak cukup diuntai dalam sebuah kata ataupun kalimat.
Matahari pun mulai tenggelam
Melompat lebih tinggi
5 cm versi 2818 mdpl
all about sunset
Malam sudah datang, kegelapan mulai berkuasa. Dingin memang hal yang tak bisa dihindari. Berbuka ketika matahari terbenam itu nikmat sekali. Sebotol coca cola, secangkir teh manis dan sepotong nutrigel (indahnya berbuka). Masakan pun sudah matang semua, langsung santap ini.... Oseng-oseng sayuran yang rasanya begitu menggiurkan itu gagal di nikmati. Semua masakan hancur dengan adanya SARDEN. Semua makanan kelelep rasanya oleh sarden, nyesel masak sarden... (serius deh). Kayaknya untuk trip ke depannya, ogah juga masak sarden.... Tapi ya namanya di hutan, makanan apapun yang ada, yah di makan. Laper pula nih perut tak terisi makanan seharian.
Malam yang panjang, angin gelebug tak henti-hentinya menerpa. Tenda pun di dirikan di dalam bangunan anti badai itu. Setenda berenam, dan aku paling cantik diantara semuanya. Kartu Uno tak di bawa, Gapleh pun menjadi pilihan. Lha yang main berenam, aku??? masuk tenda, maen game HP, bosan. Keluar tenda, malah bau rokok! Tidak menyenangkan!!! Masuk SB, selonjoran sambil maenin Hp dan berharap ngantuk segera datang. Tak lama, Galih pun masuk tenda, ngantuk alesannya. Ya syudah, saya bobo juga kalo gitu.
****ke alam mimpi****
Alarm untuk masak sahur berbunyi. Tenda memang untuk kapasitas 4 orang, satu maksa masuk, dan yang satu terpaksa tidor di luar tenda... *kasian.
Memasak air untuk menghangatkan tubuh, sambil berusaha membangunkan Galih *mengingat dia yang tidur duluan. Walaupun dengan susah payah, akhirnya Galih bangun juga, dan segera pergi ke luar bangunan *gak tau mau ngapain. Gak lama, Galih memanggilku untuk segera keluar, dan tahukan kalian apa yang aku lihat tatkala keluar bangunan???? Sebuah pemandangan yang indah... Lautan awan, purnama di langit biru, dan gemerlip bintang di angkasa, dan gemerlip lampu kota di antara awan-awan tersebut. Sayang sekali itu hanya terekam di memori ingatan aku dan Galih saja mungkin, mengingat tidak ada potret sebuah keindahan alam ini.
Masak sahur, itu yang harus dilakukan sekarang. Diterangi headlamp, satu demi satu sisa logistik semua di masak. Tak butuh waktu lama untuk memasak, arena kebanyakan memang makanan instanlah yang disajikan *kecuali nasi yaaaaah. Tugas selanjutnya adalah membangunkan orang yang sedang terlelap tidur untuk makan sahur. Ini yang susah....!!! Butuh waktu yang lama untuk membangunkan mereka. Makan sahur bersama di puncak gunung itu pun terlaksana. Pengalaman yang memang tak ternilai dengan emas permata!.
Selesai makan sahur, pada tidur lagi dah orang-orang. Sedangkan aku, Galih dan Bendul memilih keluar tenda serta membuat perapian di luar bangunan. Lumayan untuk menghangatkan tubuh ini. Secara cuma ada kami berenam saja di sana!. Menanti sunrise merupakan hal yang kami tunggu sekarang. Panas api pagi itu, cukup menghangatkan badan kami yang terus-terusan dihantam angin.
Sunrise, fajar pun mulai memunculkan sinar mentarinya. Orang yang segera dibangunkan adalah Ucil *si Photografer. Jadi di Cikuray itu, hal yang tak boleh terlewatkan adalah detik-detik matahari terbenam dan detik-detik matahari terbit. Secara, di tempat yang sama kita dapat mengabadikan kedua fenomena tersebut.
Menikmati sunrise Cikuray, 2818 mdpl
Pagi dunia, pagi Swiss Van Java
Bersama sahabat mencari damai
Aku ketika matahari itu terbit di ufuk timur
Makanan masih ada, fajar sudah terbit
Nah ketika menikmati terbitnya fajar, kelima kawanku malah naik ke bangunan. Lah, aku ditinggal. Sempet nyoba buat naik, apalah daya ternyata tinggiku tak mampu menjangkau jendela bangunan. Cukup lama aku melihat mereka berfoto ria di atas sana, sampai akhirnya ada yang berinisiatif turun untuk membantuku naik ke bangunan itu. Tengkyu Galiiiiih yang sudah merelakan punggungnya aku naiki agar bisa mencapai jendela bangunan, sampai akhirnya tanganku sampai di atap bangunan, dan aku pun bisa sampai di ketinggian 2821 (2818 nambah 3 meter).
Pantesan mereka betah foto-foto di atas, memang menakjubkan sekali pemandangan di sini. Mata seakan tak mau berkedip sedetik pun. Sebelah selatan terlihat lautan yang samar terhalang mega, di sebelah timur mentari tetap dengan eloknya setia menyinari jagat raya, dan sebelah marat Papandayan kokoh berdiri dengan gagahnya. Inilah yang menjadi virus candunya para pendaki. Sebuah pemandangan yang sangat jarang disaksikan (bahkan di tempat yang sama), tak setiap hari fenomena seperti ini bisa dirasakan.
Selalu ada kawan yang menopangmu
Hijau di lautan awan
Merah Putih di 2821 mdpl
Ini semua untukmu, Indonesiaku
This's Swiss Van Java
Melompat lebih tinggi
Ada waktunya untuk merenung tentang semua keindahan ini
Swiss Van Java itu di bumi parahyangan
Kita semua sama, bersatu dalam dekapan sang alam
Setelah hari agak siang, dan matahari mulai terik. Kami pun kembali packing untuk bergegas turun (mengingat gak ada pohon tinggi di puncak). Opsih jangan di lupakan, karena kami bukan untuk menyampah di gunung. Semua sampah dibawa turun, semua barang dibereskan dan kami pun bersiap turun. Berdoa dimulai...
Mari ucapkan see u next time Swiss Van Java...
Tak ada bosannya untuk melompat lebih tinggi
Perjalanan turun memang tak selama ketika naik. Cuma 2 jam kami turun dari puncak. Nafas memang tak ngos-ngosan, tapi lutut sudah gempor rasanya. Sepertinya baut-bautnya sudah mulai longgar. hahaha... Ketiga kuda besi buatan Jepang kami sudah menanti. Diambil dari kantor pemancar, motor-motor itu pun dipanaskan (tapi bukan oleh teriknya matahari yah)....
Tak lama kami berteduh di saung tempat kami menginap sebelum menanjak. Saksi bisu kami di start pendakian... Akhirnya, hanya ucapan SELAMAT TINGGAL CIKURAY, SWISS VAN JAVA BUMI PARAHYANGAN...
Tiga jagoan kami
Rehat sebelum pulang ke Bandung
Ada sebuah sajak berbahasa Sunda yang aku buat untuk menggambarkan keindahan Gunung Cikuray....
Sebuah untaian kata untuk keelokan alam Indonesia
Sebuah gambaran kecantikan pertiwi...
Balébat Nagara Méga
Bray panon poé tebéh wétan
Mawa béja yén poé isuk geus datang
Béntang marengan pangharepan
Hariring geus cunduk ninggalkeun jagat
Patepung teuteup jeung panon poé
Hiliwir angin mapag halimun kabagja
Neuteup seukeut, yén gunung téh masih panceg nangtung
Balébat poé ieu pinuh ku carita
Yén kuring nyusur jalan satapak
Yén kuring napak lemah cai
Yén kuring meulah leuweung
Yén kuring nangtung di nagri méga
Barokah syiyamurramadhan
Najan lungsé marengan lalampahan
Tapi kayakinan jeung tékad geus bisa nyingkahanana
Agustus ngacacang bangun rék nyarita
Legana kakawasaan Hyang Wisésa
Puncak Cikuray, 05 Agustus 2012
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar