Tiga orang dengan carriel di punggungnya dan sepatu trek menutup kakinya dengan cepat menyebrang di Simpang Dago, ya abis gak ada angkot langsung buat sampe lokasi menginap malam itu. Harus dua kali, malas naik turun angkot, kami putuskan berjalan kaki... Helooow, ini masih di Kota Bandung, kenapa harus memulai jalan??? *gerutu dalam hati.
Dipati Ukur memang jalanan ramai oleh keramaian kendaraan bermotor yang berlalu lalang *entah mau ngapain. Deretan travel Bandung ke berbagai kota tampak berjejer di pinggir jalanan. Pertigaan menuju kosan RASYIDA HASANAH *panggil OCHI aja biar simpel, masih lumayan. Hmmmm... ya itung-itung pemanasan kaki buat trekking nanti kali yaaaa.. (padahal sebenarnya ogah banget jalan dari Simpang Dago).
Hampir terlewat, dan akhirnya sampailah di tempat tujuan, kosan Ochi sudah penuh sama orang-orang yang esok pagi hendak beranjak ke Malang, yaaaa Malang Jawa Timur ini mah. Kakak tertua SAIFUL AMIN ZAY *panggil dia ODE sudah terlelap tertidur, begitu pun dengan AGIL dan JHONI. Lah, apa aku kemaleman sampe sini gitu? ya sudah ikut istirahat aja ah, biar besok fit juga kan! toh harus ngejar kereta Pasundan jurusan Surabaya jam 6.00 (teng, tanpa telat) di Stasiun Kiara Condong.
Pagi hari yang cerah, kita bersiap dengan peralatan masing-masing. Carriel, sepatu, dan yang lainnya pun disiapkan. Sebelum berangkat, mari kita berdo'a dan mengabsen orang-orang yang berangkat hari ini. Aku, KAK SAIFUL A. ZY (Ode), FAUDZIL IRFAN (Ucil), ALAN MAULANA (Alan), AGIL, JHONI, ASEP SAIFUL AJID (Asep), dan RASYIDA HASANAH (Ochi). Oke, aku harus ngambil keputusan berat untuk tidak memberangkatkan HASBI MAULDAHAQ *panggil ABI, karena kekurangan peralatan untuk dia kitanya. (Maaf ya Abi, udah bikin kecewa). Hasbi pun ikut mengantar kami ke Kiara Condong. Saat itu, sempet was was juga di angkot, takutnya kita telat dan ketinggalan kereta (aduuuuuuh, jangan sampe deh yak!). Riung-Dago angkot yang kita naiki. Ayo Pak Supir, jangan sampe ketinggalan kereta nih kitanya... *bisa celaka ini perjalanan!
5 menit sebelum pemberangkatan, akhirnya sampe juga nih angkot ke Stasiun Kiara Condong. Oke, langsung lari2 kecil kita ke dalam stasiun, langsung nyari kursi sesuai nomor yang sudah tertulis di tiket kereta, okesip.. sudah sampai, beres-beres barang dan berpamitan dengan Abi *lagi-lagi aku gak enak ;( *maaf.
Tepat pukul 06.00 si ular besi ini perlahan meninggalkan stasiun, meninggalkan Kota Bandung dan segera mengantarkan kami ke ibu kota Jawa Timur, ya Kota Surabaya. Perjalanan akan sangat panjang (ngebayangin 18 jam di kereta). Mari kita breafing untuk perjalanan kali ini *Brefingnya di kereta saudara-saudara, inget nih ya, di kereta!!!! Sudah dengan job masing-masing (semua kebagian lho), haha hihi, kenalan, ngobrol sampai akhirnya bosen juga. Main kartu UNO adalah pilihan kami saat itu. Ketawa tanpa batas (sampe-sampe di liatin orang-orang di gerbong) *hadeeeeeh... di tegur deh sama kakak tertua. akhirnya cuma cekikikan doang!.
Makan, ngemil, ngobrol, main kartu, sampe tidur kita lakuin tuh semua di kereta. Jawa Barat pun lewat, Jawa Tengah hingga sampai akhirnya Jawa Timur (provinsi tujuan kami). Dari duduk di bangku (sesuai nomor yah), sampe bulak balik gerbong satu ke gerbong lainnya, sampe duduk-duduk di pintu gerbong sambil ngopi. (ini pun pas sore ya, siang sih ogah, panas sekali di keretanya).
| Breafing at Kereta Pasundan |
| Suasana di kereta setelah breafing |
Pukul 23.15 kita sampai di kota Pahlawan Surabaya, janjian bersama sahabat bernama Bang Upi yang saya kenal lama di dunia maya. Menurutnya, jarak Surabaya - Malang lumayan jauh. So, dia yang mengantar kami sampai daerah bernama Tumpang. Dengan bajet Rp. 350.000.- (Rp. 50.000.- nya sumbangan Bang Upi lho, terimakasih yo bang... telah membantu keuangan kami yang memang pas-pasan, hihihi). Mobil yang kami gunakan untuk perjalanan Gubeng-Tumpang adalah mobil Avanza (maaf, saya sebut merk). Lha, orang segini banyak harus di pas-pasin untuk muat di ini mobil, belum lagi barang-barang kita yang super banyak, *jangan dibayangkan ya saudara-saudara!. Aku duduk di bangku belakang dengan 3 orang teman saya yang tangguh. Secara aku bilang tangguh, yang duduk di tengah itu pada gak mau duduk di belakang dengan alasan takut mabok! *Padahal cowo semua... *ngakak...
Perjalanan membelah kota Surabaya, masuk tol *gak tau namanya tol apaan, yang pasti bukan Cipularang ataupun Cikunir. Jalanan sepi pastinya, kita melakukan perjalanan tengah malam sih!. Sampai Malang, kita mampir di sebuah mini market 24 jam untuk melengkapi logistik kami, sekalian istirahat gitu! Iya lah, pegel banget dempet-dempetan di mobilnya bareng sama barang-barang yang super heurin. 15 menit istirahat, perjalanan dilanjutkan kembali.
| Break di Mini Market, Malang Jawa Timur |
Pukul 02.30 sampailah kita di daerah bernama Tumpang, daerah start kita untuk naik menggunakan jeep atau truk sayur. Dikarenakan masih sangat sangat sangat pagi, belum ada jeep yang nongol, yang ada calo-calo jeepnya doank *hati-hati dengan calo jeep disini yach. Akhirnya menunggu pedagang membuka lapak dagangannya, kita tidur dulu, lumayan walau se-jam juga. Emperan toko, bisa digunakan juga untuk menyalurkan rasa kantuk pagi itu.
Jam tangan menunjukkan pukul 05.00, sebagian ada yang sudah menghilang dari emperan toko. Ada yang belanja sayur, ngopi di angkringan, sampai ada yang hilang entah kemana. Bagian transportasi perjalanan yaitu Asep sudah pak pik pek nyari transportasi yang sesuai dengan bajet kami, yang pasti tak lepas koordinasi dari koor. perjalanannya lho!
Jam 6 kita sudah dapat jeep, tapi harus naik angkot dulu untuk sampai di rumah pemilik jeep. Ada satu rombongan dengan jumlah 8 orang juga disana, rombongan asal Bandung lagi. Persiapan dimulai, surat keterangan sehat dari dokter diurus, packing ulang, dan pastinya perijinan untuk naik ke TNBTS. Semua yang mengantar Bapa yang punya jeep. Terimakasih bapa sudah rela mengantar mengurus ini itu semuaaaaa. Selesai semua, barang-barang pun segera dinaikan.
| Kantor Pengelola TNBTS |
| Sebelum berangkat di rumah pemilik Jeep |
Dari 16 orang yang naik jeep, cewenya cuma aku sama Ochi aja.dikira kita dapet tempat duduk di depan, ternyata harus merelakan tempat duduk itu ke salah seorang rombongan dari Bandung. Okesip, bareng-bareng di belakang mungkin lebih seru *menghibur diri. Satu per satu, makhluk bernama manusia itu menaiki jeep yang sudah kami sewa dengan harga Rp 30.000.-/orang. Jalanan menanjak, beraspal dan kita menemukan jalan yang sudah dibeton juga. Debu pekat sekali tercium *mengingat berdiri di belakang saudara-saudara. Syal orange PELITA pun dipakai, lumayan untuk menutupi hidung yang bersin-bersin terus karena debu.
Jeep berhenti di tengah perjalanan *lupa juga nama tempatnya apa. Kata bapa supirnya sih, persimpangan jalanan yang mau ke Bromo. Langsung saja Alan dan Ucil yang memegang kamera tak tinggal diam. Aku lebih memilih tidak mengeluarkan kamera poketku, selama masih ada DSLR untuk memotret, manfaatkan! Toh aku ikut jadi objek foto juga... hihihi
| Memandang Savana Pasir |
| Break dalam perjalanan menuju Ranu Pane |
| Jeep yang mengantarku dari Tumpang hingga Ranu Pane |
Sebelum dzuhur tiba, rombongan kami sudah sampai di Ranu Pane (start awal pendakian). Kakak tertua segera mengurus perijinan kembali. Pihak TNBTS kemudian memberi pengarahan tentang etika pendakian, semua gunung sama aja sih sebenarnya etikanya, info terakhir sih di atas sedang badai katanya. Terdapat juga data korban-korban yang meninggal di Semeru dengan penyebab-penyebabnya, diposisi pertama tercatat SOE HOK GIE (di sana sih agak beda tulisannya) *sempet merinding. Di pos Ranu Pane ini, terdapat sebuah danau. Warung-warung berjejer di sekitar pos TNBTS. Walau tak banyak, tapi lumayan untuk membeli makanan dan oleh-oleh untuk pulang nanti, jangan dilupakan ada BASO MALANG juga lho!. Mengurus perijinan memang tak lama, karena persyaratan kami sudah terpenuhi semuanya.
Berdoa serta berfoto bersama tentunya hal yang tak kami lewatkan. Sekarang, hanya kami dan Tuhan yang menentukan keselematan kami sendiri. Bismillah... Berdoa dimulai... dan tak ada kata selesai dalam berdoa.
| Me at Ranu Pane |
| Sebelum berjalan at Ranu Pane |
Bismillah, perjalanan panjang dimulai...
Matahari memang terik siang itu, pendaki katanya tak seramai biasanya *padahal menurutku sudah ramai ini. Jalur menurun menelusuri jalanan mobil tadi sampai pertigaan ke jalur pendakian. Jalanan lumayan lebar, mengingat masih banyak petani yang bawa motor kesini kayaknya. Semakin ke atas, jalan memang lebih kecil tetapi tetap konsisten untuk ukuran jalan. Pos yang kami tuju adalah Watu Rejeng. Watu adalah kata untuk menyebut batu dalam bahasa Jawa. Kalau Rejeng??? nh itu aku belum tahu... hihihi... Tebing-tebing batu memang pemandangan saat melewati wilayah ini. Di ujung tanjakan, ada shelter berbentuk saung gazebo yang sudah ditembok. Tanda sampailah kami di Watu Rejeng. Menunggu teman yang di belakang, selonjoran, dan haha hihi adalah pilihan yang menarik. Kami bertemu kawan-kawan Jawa Timur yang sudah mulai turun dari Semeru, semua bilang di atas badai, dan mereka tak sampai ke puncak, berbahaya katanya!. Gak sampe puncak??? sayang banget yah... *pikirku.
| Break at Watu Rejeng |
Kayaknya mereka gak bedain aku cewe apa cowonya, tetep ikut gantian bawa carriel 80 L yang harusnya dibawa cowo. Okesip, tak apalah. di jalan terkadang kita berhenti menunggu yang dibelakang sambil selonjoran di tanah. Pemandangan yang amat sangat teramat indah menjadi lahapan kami sepanjang perjalanan. Tak lupa, haha hihinya tak terlewatkan lho!
| Di Perjalanan |
Pukul 15.30, di ujung tanjakan, Surga yang tersembunyi itu pun terlihat. Ya, aku sampai di Ranu Kumbolo, Surga Mahameru. Mata tak ingin beranjak sedikitpun untuk melihatnya. Sampailah aku di danau tertinggi di Pulau Jawa. This's Heaven, Amazing!! Ternyata Alan sudah menunggu, nunggu yang mau motoin dia katanya!. Kak Ode, Ucil dan Agil sudah di depan. Sedangkan Ochi dan si Sweaper Jhoni masih di belakang. Ya sudahlah, aku dan Alan aja yang foto-foto, eksis dimana-mana!!! Alin vs Alan on Photography.
| Di ujung tanjakan, di atas Ranu Kumbolo |
Rasanya, hati in sudah tak sabar ingin berada di pinggir danaunya. Membasuh muka yang sudah kepanasan ini dengan airnya yang pastinya dingin. Tak pikir panjang, selesai foto-foto perjalanan segera ku lanjutkan. Mencari orang yang sudah duluan pula.
Kurang lebih sekitar 15 menit perjalanan, dari bawah Agil berterik memanggilku dan Alan. Segera saja turun untuk menemui mereka. Aku pikir, kenapa gak bikin tenda di seberang sana saja? ya di tempat biasa orang bikin tenda. Ternyata Kakak tertua lebih memilih membuat tenda disini karena lebih sejuk *untuk hari yang panas seperti ini, di sana tentunya matahari masik terik memancarkan panasnya. Kenapa hanya dua orang di sini? kemana Ucil? klo Asep dan Jhoni setauku masih di belakang. Tak ada yang tau di mana posisi Ucil saat itu, masa ilang???
Aku dan Alan hanya berpandangan sambil memikirkan kemana Ucil pergi. Kemungkinan terbesar adalah dia ada di seberang sana, mungkin dia berfikir kita camp di sebelah sana. Sampai orang yang di belakang sampai pun, ternyata Ucil belum terlihat batang hidungnya. Ya terpaksa aku dan Alan harus jemput dia ke seberang. Belum juga sampai setengah jalan, terlihat orang menghampiri kami berdua dengan carriel berbalut coverbag hitam. Ya dia Ucil. Kami berdua berteriak memanggil nama Ucil. Segeralah dia menghampiri kami, sambil tertawa dan senyum yang lebar. Jiah, gagal jadi tim SAR, temanku tak jadi hilang. hihihi :D
Selesai Ucil menceritakan sebab dia bisa sampai di seberang, kami pun berjalan kembali ke tempat camp kami. Anak-anak yang lain sedang memasak dipimpin Cheff Ode Kalasnikov. Walaupun ada cewe, tapi saya serahkan masalah masak memasak ke kakak tertua.
Sore yang indah, hari yang cerah, tak terasa lagi gundah gulana. Hidup serasa bahagia sekarang.Semilir angin membungkus badan yang sudah tak sabar ingin mencapai atap Jawa itu. Selesai makan, Kak Ode, Alan n' Agil memilih mandi di pinggir danaunya. Alasannya karena geraah, heloooow gerah darimananya yak! dingin gitu!!!! Sedangkan Om Asep memancing ikan *walau gak dapet! dengan gaya Michele Jackson *sejak kapan Jacko jadi pemancing??? Abis gayanya Jacko banget gtu!
Senja pun tiba, terang berubah menjadi kegelapan. Malam kemarin purnama indah sekali, harusnya malam ini bulan masih sempurna menampilkan keelokannya. Ini kok gelap! Kemana sang purnama itu? Setelah berbincang bersama kawan, ternyata malam ini terjadi peristiwa yang langka untuk disimak dan dilihat, GERHANA BULAN. Wow, merasakan gerhana bulan yang cukup lama di pinggir Ranu Kumbolo adalah pengalaman yang tak kan bisa tergantikan dengan apapun, *mengingat jarang-jarang kayak gini! Esok hari fisik harus fit, karena perjalanan belum berakhir. So, saatnya bobo cantik di tenda....
****.......****
Selamat pagi dunia, selamat pagi Ranu Kumbolo, selamat pagi Mahameru....
Masih berasa mimpi, berada di surga atap Jawa... hohoho
Saatnya menyiapkan makanan, saatnya menyeduh kopi, dan saatnya menghangatkan diri dari dinginnya malam yang perlahan berganti terang. Seperti biasa, ngiris bawang adalah bagianku *yang laen pada gak mau bau bawang kali yah! Ada yg belum bangun pula... *kebiasaan di kosannya deh ini! #hemeh
Nah disini, bagian nyicipin adalah aku! Gak pake protes, dan itu harus. Menu makanannya pedes semua... Ya, mentang-mentang yang masak orang Sumatera ini! Selesai mengiris bawang, Sang fotografer malah sibuk potret-potret sambil ngajarin aku motret juga. Terimakasih Akhiiiii... ^_^
Senja pun tiba, terang berubah menjadi kegelapan. Malam kemarin purnama indah sekali, harusnya malam ini bulan masih sempurna menampilkan keelokannya. Ini kok gelap! Kemana sang purnama itu? Setelah berbincang bersama kawan, ternyata malam ini terjadi peristiwa yang langka untuk disimak dan dilihat, GERHANA BULAN. Wow, merasakan gerhana bulan yang cukup lama di pinggir Ranu Kumbolo adalah pengalaman yang tak kan bisa tergantikan dengan apapun, *mengingat jarang-jarang kayak gini! Esok hari fisik harus fit, karena perjalanan belum berakhir. So, saatnya bobo cantik di tenda....
****.......****
Selamat pagi dunia, selamat pagi Ranu Kumbolo, selamat pagi Mahameru....
Masih berasa mimpi, berada di surga atap Jawa... hohoho
Saatnya menyiapkan makanan, saatnya menyeduh kopi, dan saatnya menghangatkan diri dari dinginnya malam yang perlahan berganti terang. Seperti biasa, ngiris bawang adalah bagianku *yang laen pada gak mau bau bawang kali yah! Ada yg belum bangun pula... *kebiasaan di kosannya deh ini! #hemeh
Nah disini, bagian nyicipin adalah aku! Gak pake protes, dan itu harus. Menu makanannya pedes semua... Ya, mentang-mentang yang masak orang Sumatera ini! Selesai mengiris bawang, Sang fotografer malah sibuk potret-potret sambil ngajarin aku motret juga. Terimakasih Akhiiiii... ^_^
| Icip-icip makanan, sarapan at Ranu Kumbolo |
![]() |
| Belajar memotret kepada senior ^_^ |
Selesai makan, saatnya bongkar tenda... dan PACKING...
Sebelum berangkat, mari berpose kembali, dan tak lupa tentunya untuk berdoa
Sebelum berangkat, mari berpose kembali, dan tak lupa tentunya untuk berdoa
| Perjalanan dilanjutkan, mari berdoa at Ranu Kumbolo |
Perjalanan pun dimulai kembali. Matahari belum terik saat itu. Semilir angin masih menemani di sela-sela celoteh suara alam. Delapan orang, membelah savana ilalang tanpa melupakan keindahan yang ada di samping kiri, RANU KUMBOLO.
Tak lama, sampailah di Shelter yang biasa digunakan para pendaki. Tempat ini juga merupakan camping ground yang biasa dipakai para pendaki untuk mendirikan tendanya. Danau di ketinggian 2400 mdpl mengukir cerita akan indahnya Nusantara. Subhanallah, betapa keindahan ini memikat mata untuk memandang, dan hati untuk merasakan. Betapa keindahan ini menjadi saksi kekuasaan-Nya.
Tak lama, sampailah di Shelter yang biasa digunakan para pendaki. Tempat ini juga merupakan camping ground yang biasa dipakai para pendaki untuk mendirikan tendanya. Danau di ketinggian 2400 mdpl mengukir cerita akan indahnya Nusantara. Subhanallah, betapa keindahan ini memikat mata untuk memandang, dan hati untuk merasakan. Betapa keindahan ini menjadi saksi kekuasaan-Nya.
Karena keindahan ini tak boleh terlewatkan, walaupun berjalan masih sebentar, tak ada salahnya berhenti untuk menikmati anugrah yang telah Allah kasih. Alhamdulillah, puji syukur ku haturkan... Ucil, Alan dan Joni pun segera mengeluarkan kameranya... *nyari yang mau motoin aku aja aaaaaah... *sambil deketin mereka bertiga. Para pendaki yang ada di sana pun sebagian sudah ada yang packing meneruskan perjalanannya. Kebanyakan tujuan mereka hari ini adalah KALIMATI.
TANJAKAN CINTA sudah menanti di depan. Nah ini patut di bahas, kenapa tanjakan ini disebut tanjakan cinta??? Aku jg tak tahu jawabannya. Yang pasti mitosnya itu, selama perjalanan menanjak ini kita tak boleh berhenti dan menengok ke bawah. Padahal aku pikir melihat ke bawah itu sangatlah indah. Memandang Ranu Kumbolo tak bisa dipungkiri, memang membuat mata enggan untuk beralih pandang. Perlahan namun pasti, bismillah... kata yang selalu terucap di langkah pertama perjalanan. Jadi yang kepikir saat itu, ngebayangin orang yang disayang dan berusaha untuk tidak berhenti. Nah, mau dipaksa pun gak ada wajah orang yang nyangkut *camana ini! hahaha...
Sampai di ujung jalanan, manusia-manusia pendahulu sudah stay di bawa pohon sambil memandang eloknya Ranu Kumbolo, yaaaah lagi-lagi Ranu Kumbolo. Kehabisan kata deh kalo buat ngegambarin nih keindahan yang Allah ciptakan, Subhanallah... Menunggu yang masih di belakang, kita menyemangati Ochi untuk cepat sampai di atas. Canda tawa kembali terus kami tebarkan. #ngok ah!
Sampainya Ochi, semua orang langsung mengucapkan SELAMAT YA OCHI..*lha emang dia ulang tahun ya sekarang? Setelah beristirahat sejenak, segeralah kami bangkit *bukan bangkit dari kubur tapinya. Langkah demi langkah, daaaaaan... jreng-jreng, ada keindahan lain yang diberikan SEMERU. Savana yang ditumbuhi bunga lavender berwarna ungu. Selamat datang di ORO - ORO OMBO. Di ujung jalanan ini, keelokan sempurna. Sebelah kiri Ranu Kumbolo masih memikat, sedangkan sebelah kanan savana Oro-oro Ombo. Lama juga mata ini untuk berkedip, terlalu takjub sih!
Perlu diabadikan dalam sebuah gambar ini *pikirku. Tapi mereka udah nyadar sendiri, tak perlu disuruh juga sudah jepret sana, jepret sini. Hihihi
Nah, perjalanan bercabang di sini, tinggal milih deh kitanya. Kedua jalan di sini bermuara di pos kita selanjutnya. Sebelah kanan menurun agak curam, sedangkan sebelah kiri jalanan memutar dan sangat sangat landai *dua kali lho sangatnya!. Dikarenakan salah seorang personil kita ada yang kakinya hampir semplak, hehehe piiiiiiis, so kita ambil jalur yang kiri. Buat dapat view foto katanya! *hah alesan!
Oke, ayo let's go now!
Jalanan merata. Seperti biasa, orang yang harus didekati itu adalah orang yang membawa kamera! Sampai di taman lavender ungu, jeprat-jepret dulu kan! Jarak rombongan kembali renggang sekarang. Tapi masih terlihat sejauh mata memandang...
Halaaaaah! Tak lama di perjalanan, sampailah kita di CEMORO KANDANG, hutan cemara yang agak rapat. Di sana, banyak juga pendaki yang sedang beristirahat. Baik yang hendak naik, maupun yang sudah perjalanan turun. Kenalan, so akrab memang hal yang harus dipakai di sini. Walau baru kenal dan baru bertemu, tapi keakraban di antara para pendaki memang erat. Nah yang paling sering di tanya saat ini adalah pertanyaan "dari mana", dari mana mas? dari mana mbak?
Oke, tak lama kami berada di sini. Lanjutkan perjalanan....
Jalanan menanjak panjang, tanjakan cenderung landai. Oh iya, katanya di sini salah satu titik pendaki yang sering hilang. Tapi, dari mulai kami start menanjak ada pita merah yang tergantung di pohon-pohon. Dan itulah acuan jalur kami. Konstan sekali sih itu pita dari awal. Rombongan mulai sangat renggang di sini, tapi tetap terkoordinir. Tim yang duluan itu cuma 4 orang, Aku, Ode, Ucil dan Jhoni, *gantian yang laen jadi sweapernya, kata Jhoni! Nyanyi-nyanyi, canda tawa, obrolan tanpa topik memang mendominasi kami saat ini. Sampai akhirnya, kami mendapat jalanan yang landai menurun. Perjalanan memang tak lama, ada Eddelwise sekarang, tanda kita keluar hutan Cemoro Kandang, dan sampailah di wilayah KALIMATI. Tampak di sebelah kanan jalan, Mahameru kokoh dalam kebisuan. Menunggu kawan-kawan tim belakang, masih tercipta obrolan tanpa topik sambil memandang MAHAMERU, ya tujuan kami esok hari.
Lama juga kami menunggu rombongan belakang. Sampai akhirnya.... jreng jreng, mereka sampai juga. Nah mereka gak berhenti, malah langsung melanjutkan perjalana, kayaknya baru istirahat mereka di bawah. Jalanan datar shelter. Ada bangunan di sini yang biasa pendaki pakai untuk jadi shelter mereka. Kebanyakan mereka point camp di sini sebelum puncak. Tapi bagi kami, pos di depan lah yang menjadi target kami hari ini.
KALIMATI, memang menyimpan banyak cerita. Saksi bisu keganasan Mahameru. Jalanan larva ketika meletus membentuk sebuah kali yang dulunya merupakan jalur alirannya. Sekarang, kali itu hanya sebuah bekas sungai besar yang kaku. Di sini, ada mata air terakhir sebelum mencapai puncak semeru yang di sebut Sumber Mani. Persediaan air kita banyak sekali, jadi kita tak mampir ke Sumber Mani. Di sini juga, para pendaki disediakan MCK sederhana bagi yang mau Pepsi atau PUP. Aku tak punya pengalaman mengggunakan MCK itu, tapi teman saya *sebut Ochi lah yang pernah.
Tak lama kami berhenti di sini, karena tujuan kami bukan Kalimati, tapi pos di selanjutnya. Ya, perkampung kecil pendaki lah yang kami tuju. Jalanan mulai menanjak tajam dari sini. Nafas mulai tersengal-sengal. Debu-debu tak henti-hentinya terhirup hidung kami, sehingga masker ataupun alat lain sangat dibutuhkan untuk menutup hidung.
Nah, Kakak tertua sepertinya menggunakan carriel dengan beban paling berat. Kasihan juga melihatnya. Aku meminta Joni untuk gantian menggendong carriel kak Ode, dan aku mengalah untuk membawa carriel Joni, sedangkan tas semi carrielku bisa dipakai kak Ode. Dari sinilah hal yang menyebalkan itu terjadi. Perjanjian sebelumnya, aku membawa carriel itu semampuku *mengingat bebannya sangat amat berat. Tapi, setelah kak Ode menggendong tasku, dia malah lari sampai tak terlihat oleh penglihatanku. Ya, dia meninggalkanku, Ucil dan Joni. Sedangkan yang lain, tertinggal di belakang.
Lelah, kesal, marah dan cape bercampur aduk menjadi satu. Entah apa yang kak Ode pikirkan. Dengan medan yang sulit dan beban yang berat, kak Ode meninggalkanku... *asyem.. Di sini yang jadi korbannya adalah aku dan Jhoni. Ucil mencoba menghiburku dengan banyak memotretku, tapi gak ngaruh. Aku sedang tak ingin tersenyum, pengen nabokin cowo bernama Ode. Terkadang Ode, terlihat dan bilang menungguku untuk ganti tasnya, tapi ketika aku sampai di titik dia berada, dianya malah kembali berlari meninggalkanku, begitu seterusnya.
Perjalanan terasa sangat melelahkan. Matahari mulai condong ke barat. Akhirnya, siksaan itu berakhir. Aku cacap memanggul carriel itu sampai perkampungan kecil pendaki, ARCOPODO. Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB, tapi rombongan belakang belum juga terlihat. Tenda sudah berdiri rapih berdampingan. Kompor pun sudah menyala, memanaskan nesting yang sudah terisi air. Sekitar 1,5 jam setelah kami sampai, barulah rombongan belakan sampai di Arcopodo.
| Selamat datang di Ranu Kumbolo, 2400 mdpl |
| Me at Ranu Kumbolo, at Heaven Mahameru |
TANJAKAN CINTA sudah menanti di depan. Nah ini patut di bahas, kenapa tanjakan ini disebut tanjakan cinta??? Aku jg tak tahu jawabannya. Yang pasti mitosnya itu, selama perjalanan menanjak ini kita tak boleh berhenti dan menengok ke bawah. Padahal aku pikir melihat ke bawah itu sangatlah indah. Memandang Ranu Kumbolo tak bisa dipungkiri, memang membuat mata enggan untuk beralih pandang. Perlahan namun pasti, bismillah... kata yang selalu terucap di langkah pertama perjalanan. Jadi yang kepikir saat itu, ngebayangin orang yang disayang dan berusaha untuk tidak berhenti. Nah, mau dipaksa pun gak ada wajah orang yang nyangkut *camana ini! hahaha...
Sampai di ujung jalanan, manusia-manusia pendahulu sudah stay di bawa pohon sambil memandang eloknya Ranu Kumbolo, yaaaah lagi-lagi Ranu Kumbolo. Kehabisan kata deh kalo buat ngegambarin nih keindahan yang Allah ciptakan, Subhanallah... Menunggu yang masih di belakang, kita menyemangati Ochi untuk cepat sampai di atas. Canda tawa kembali terus kami tebarkan. #ngok ah!
| Tanjakan Cinta |
| Di ujung Tanjakan Cinta |
Perlu diabadikan dalam sebuah gambar ini *pikirku. Tapi mereka udah nyadar sendiri, tak perlu disuruh juga sudah jepret sana, jepret sini. Hihihi
| Selamat datang di Oro-Oro Ombo |
| Me at Oro-oro Ombo |
Oke, ayo let's go now!
Jalanan merata. Seperti biasa, orang yang harus didekati itu adalah orang yang membawa kamera! Sampai di taman lavender ungu, jeprat-jepret dulu kan! Jarak rombongan kembali renggang sekarang. Tapi masih terlihat sejauh mata memandang...
| Lavender Oro-oro Ombo |
| Jalur kiri yang landai tapi tetap eksotis |
Oke, tak lama kami berada di sini. Lanjutkan perjalanan....
Jalanan menanjak panjang, tanjakan cenderung landai. Oh iya, katanya di sini salah satu titik pendaki yang sering hilang. Tapi, dari mulai kami start menanjak ada pita merah yang tergantung di pohon-pohon. Dan itulah acuan jalur kami. Konstan sekali sih itu pita dari awal. Rombongan mulai sangat renggang di sini, tapi tetap terkoordinir. Tim yang duluan itu cuma 4 orang, Aku, Ode, Ucil dan Jhoni, *gantian yang laen jadi sweapernya, kata Jhoni! Nyanyi-nyanyi, canda tawa, obrolan tanpa topik memang mendominasi kami saat ini. Sampai akhirnya, kami mendapat jalanan yang landai menurun. Perjalanan memang tak lama, ada Eddelwise sekarang, tanda kita keluar hutan Cemoro Kandang, dan sampailah di wilayah KALIMATI. Tampak di sebelah kanan jalan, Mahameru kokoh dalam kebisuan. Menunggu kawan-kawan tim belakang, masih tercipta obrolan tanpa topik sambil memandang MAHAMERU, ya tujuan kami esok hari.
| Cemoro Kandang |
| Sampai di Kalimati, Mahameru masih tertutup kabut |
| Menunggu rombongan belakang datang at Kalimati |
KALIMATI, memang menyimpan banyak cerita. Saksi bisu keganasan Mahameru. Jalanan larva ketika meletus membentuk sebuah kali yang dulunya merupakan jalur alirannya. Sekarang, kali itu hanya sebuah bekas sungai besar yang kaku. Di sini, ada mata air terakhir sebelum mencapai puncak semeru yang di sebut Sumber Mani. Persediaan air kita banyak sekali, jadi kita tak mampir ke Sumber Mani. Di sini juga, para pendaki disediakan MCK sederhana bagi yang mau Pepsi atau PUP. Aku tak punya pengalaman mengggunakan MCK itu, tapi teman saya *sebut Ochi lah yang pernah.
Tak lama kami berhenti di sini, karena tujuan kami bukan Kalimati, tapi pos di selanjutnya. Ya, perkampung kecil pendaki lah yang kami tuju. Jalanan mulai menanjak tajam dari sini. Nafas mulai tersengal-sengal. Debu-debu tak henti-hentinya terhirup hidung kami, sehingga masker ataupun alat lain sangat dibutuhkan untuk menutup hidung.
Nah, Kakak tertua sepertinya menggunakan carriel dengan beban paling berat. Kasihan juga melihatnya. Aku meminta Joni untuk gantian menggendong carriel kak Ode, dan aku mengalah untuk membawa carriel Joni, sedangkan tas semi carrielku bisa dipakai kak Ode. Dari sinilah hal yang menyebalkan itu terjadi. Perjanjian sebelumnya, aku membawa carriel itu semampuku *mengingat bebannya sangat amat berat. Tapi, setelah kak Ode menggendong tasku, dia malah lari sampai tak terlihat oleh penglihatanku. Ya, dia meninggalkanku, Ucil dan Joni. Sedangkan yang lain, tertinggal di belakang.
Lelah, kesal, marah dan cape bercampur aduk menjadi satu. Entah apa yang kak Ode pikirkan. Dengan medan yang sulit dan beban yang berat, kak Ode meninggalkanku... *asyem.. Di sini yang jadi korbannya adalah aku dan Jhoni. Ucil mencoba menghiburku dengan banyak memotretku, tapi gak ngaruh. Aku sedang tak ingin tersenyum, pengen nabokin cowo bernama Ode. Terkadang Ode, terlihat dan bilang menungguku untuk ganti tasnya, tapi ketika aku sampai di titik dia berada, dianya malah kembali berlari meninggalkanku, begitu seterusnya.
Perjalanan terasa sangat melelahkan. Matahari mulai condong ke barat. Akhirnya, siksaan itu berakhir. Aku cacap memanggul carriel itu sampai perkampungan kecil pendaki, ARCOPODO. Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB, tapi rombongan belakang belum juga terlihat. Tenda sudah berdiri rapih berdampingan. Kompor pun sudah menyala, memanaskan nesting yang sudah terisi air. Sekitar 1,5 jam setelah kami sampai, barulah rombongan belakan sampai di Arcopodo.
| Trek menuju Arcopodo |
| Arcopodo, tempat tersimpannya dua Arca |
Kegiatan sore sampe malam sih seperti biasa, masak, makan, haha hihi *sampe dimarahin porter bule karenna ganggu majikannya istirahat, dan yang pasti kami pun istirahat. Badan kami harus fit tengah malam nanti untuk melakukan summit attack. Jam 20.00 WIB pun, aku sudah masuk tenda, sedangkan teman-teman yang lain masih seru dengan obrolannya.
Peralatan untuk tengah malam nanti sudah dipersiapkan. So, selamat bobo... *sambil bobo cantik dalam sleeping bag.
***00.10 WIB***
Selamat malam *karena belum pagi menurutku.
Dingin yang amat sangat menusuk (padahal kata Ode ini gk sedingin biasanya), memaksa tubuh ini untuk keluar dari tempat peraduannya. Mengumpulkan nyawa yang masinh tertinggal di alam mimpi, mempersiapkan dan mengecek peralatan yang akan dipakai summit attack kali ini, dan yang pasti membuat teh manis untuk tenaga dan kehangatan dini hari ini. Headlamp ok, sepatu ok, sarung tangan ok, dan guitter ok juga. Tas ku yang semi carriel, kali ini menjadi pilihan tas yang akan dibawa naik ke atas. Okesip... semua peralatan beres, semua sudah sarapan roti dan teh manis, dan semua sudah siap berangkat... Jangan lupa, barang-barang yang ditinggal di Arcopodo pun sudah dibereskan serta dirapihkan.
Semua berdiri, membentuk sebuah lingkaran kecil, mendengarkan pengarahan yang diberikan kakak tertua. Dimulai posisi berjalan sampai komunikasi yang kita lakukan serta kemungkinan-kemungkinan ancaman yang mungkin tejadi sudah selesai dipaparkan. Dengan menundukkan kepala, semua berdoa, memohon keselamatan dan kelancaran untuk pendakian ke atap tertinggi Jawa ini. Satu per satu, kaki dilangkahkan menanjak ke jalanan, mengikuti leader. Angin diikuti debu yang berhamburan di udara, tak menyurutkan kaki kami untuk terus melangkah. Jalanan semakin ke atas semakin curam, dan nafas pun mulai tersengal-sengal.
Leader berhenti, dan memberitahu kami kalau posisi kami sudah di ujung huta menuju jalanan berpasir. Inilah CEMORO TUNGGAL. Fisik kami tak sama diantara satu dengan yang lainnya. Perintah leader lah yang kami ikuti. Walau diliputi rasa cape dan ingin mendahului orang di depan, tetap saja kami harus menahan diri untuk terus berada di posisi semula, sesuai dengan keputusan leader. Selain itu, saya harus merelakan headlamp saya dipakai oleh salah seorang teman, dan saya memakai senter yang sedikit kurang terang. Memang harus dipaksa rela berkorban dan tak egois di saat seperti ini.
Se-jam, dua jam, sampai akhirnya kami disusul oleh bule yang tendanya tak jauh dari kami. Bulan purnama pun setia menemani. Tanpa headlamp pun, kami bisa melihat jalanan yang kami injak. Kemudian tatkala fajar mulai menampakkan keberadaannya, aku mulai panas ingin segera sampai diatas. Tapi, kembali lagi, keputusan leader lah yang kami ikuti. Menghibur diri karena tak kunjung sampai, dan harus menikmati sunrise sebelum sampai puncak, kami foto-foto saja di perjalanan. Keindahan tak kunjung selesai memberikan pesonanya. Sunrise Mahameru, is Perfect. Semakin terang, semakin kami sering kesusul oleh rombongan lain. Tapi, tetaplah kami harus taat pada aturan leader.
| Sunrise Mahameru |
| Pasir Mahameru |
Setelah terang, +- 06.30 WIB, Kak Ode baru memperbolehkan kami duluan nanjak dan meninggalkan Ode dan Ochi. Ada rasa senang kami diperbolehkan duluan, tapi ada rasa tak tega meninggalkan mereka berdua dengan kondisi Ochi yang sudah lemas, serta kak Ode yang menarik ochi bak sapi dengan menggunakan webbing. Tapi apa daya, aku aja kerepotan *karena gak ada yang bantuin narik kali yah..
| Jatuh bangun, trek menuju puncak Mahameru |
Alan sudah duluan, Asep dan Ucil pun mulai menyusul saya. Sedangkan saya bareng Jhoni saja *Thanks ya Jon, sudah menemani (padahal lu aja lemes yak). Jatuh bangun karena pasir yang membuat langkah saya kembali menurun sudah menjadi santapan setiap perjalanan. Nah, di perjalanan inilah saya bertemu dengan pribumi *lupa namanya*. Beliau adalah juara lomba kebut gunung Mahameru dengan jalur yang dipakai Soe Hok Gie. Senangnya nanjak bareng beliau. Motivasi serta canda tawa membantu mengembalikan motivasi saya untuk sampai puncak (secara saat itu kondisi takut keburu jam 10.00, di mana semua pendaki harus segera meninggalkan puncak).
Tapi alhamdulillahirabbil'alamin, pukul 08.30 kaki ini menapak di atap tertinggi Jawa.Puncak para dewa., MAHAMERU. Langsung kawan-kawan yang sudah duluan sampai (Alan, Ucil dan Asep) memeluk saya. Ah, senangnya.... plong hati ini sampai juga di tujuan akhir pendakian ini, MAHAMERU. Tak bosan-bosannya saya menyebut nama itu. Foto-foto mengejar wedhus gembel adalah hal yang terpikir saat itu. Senyum kegembiraan tampak di semua teman-teman yang ada. Tapi, tetap saja kami tak sempurna. Ada dua orang kawan kami, yang kami tinggal di bawah. Maafkan kami sobat... ;( Ingat ke mereka, nutrigel yang sudah dibuat pun, kami sisakan untuk mereka berdua. Kak Ode, Chi, foto-foto di puncak, kami persembahkan untuk kalian.... Di sanalah tersirat, bahwa puncak tanpa kebersamaan adalah sebuah keegoisan. Terimakasih Mahameru, terimakasih untuk pelajaran kehidupan hari ini. 06 Juni 2012...
| Puncak Mahameru |
| Pelita action at Mahameru |
| Puncak Para Dewa |
| Backround Wedhus Gembel Mahameru |
| Mahameru, Puncak Para Dewa |
Ketika puncak menjadi satu tujuan ketika berangkat, maka ada tujuan lain yang harus digapai tatkala kaki sudah berdiri di Puncak. Tujuan itu adalah RUMAH, ya aku ulangi RUMAH. Kurang dari jam 10.00 kami memutuskan untuk turun dari puncak. Walaupun kata orang di sana, anginnya aman walau lebih dari jam 10, tapi tetap kesepakatan awal bahwa kita turun sebelum jam 10 lah yang kita pegang. Pulangnya hanya ditemani Ucil, yang lainnya malah lari ninggalin aku. Gpp lah, toh sampai ketemu rombongan di cemoro tunggal hanya dibutuhkan waktu setengah jam saja, beda ya sama naiknya.
Dan sampainya aku di puncak tertinggi Jawa ini, berbarengan dengan lahirnya keponakanku, *Gangga Satria*
Dari puncak berhenti dulu di cemoro tunggal, bergabung dengan kawan yang lain yang sudah duduk beristirahat, berlindung dari teriknya sinar matahari. Kembali ke Arcopodo, mengejar target untuk sampai ke Ranu Kumbolo, yas kembali ke Surga itu... :D
Sampai di Arcopodo, aku, Ucil, Agil n' Jhoni memilih tidur siang *maklum, cape dan tadi harus bangun tengah malam. Sedangkan Kak Ode n' Asep turun ke Kalimati, dan menunggu kami di Kalimati, mengingat persediaan air kami mulai menipis. So, mereka akan memburu air di Sumber Mani. Tidur yang berkualitas menurutku. Walau sebentar, tapi dapat membuat badanku segar kembali. Packing adalah hal yang harus kami lakukan sekarang.
Selesai packing, tak butuh waktu lama untuk kami menuruni punggungan semeru ini. Sampailah kami di Kalimati. Asep sudah menanti di dekat shelter. Sedangkan kak Ode sibuk memanaskan air untuk minuman kami. Wah, pengertian sekali. Terimakasih.. ^^ Carriel logistik tentunya menjadi hal yang harus dibongkar. Masaklah kita di sini *ceritanya makan siang ini :D
Selesai makan siang, beres-beres kembali, packing kembali... dan ucapkan selamat tinggal pada KALIMATI dan tentunya MAHAMERU.
| Me at Kalimati, Backround Mahameru |
Perjalanan dari Kalimati menuju Cemoro Kandang, cenderung lebih cepat. Karena, hati ini sudah tak sabar bersenda gurau menikmati Ranu Kumbolo. Sampai di Cemoro Kandang, ada peristiwa yang alam berikan lagi. Langit seakan terbelah oleh cahaya matahari. Baner-benar indah. Pesona itu terus menemani sepanjang perjalanan di savana Oro-oro Ombo. Wow, dan akhirnya sampailah di atas tanjakan cinta, Ranu Kumbolo sudah terlihat. Hari mulai gelap, larilah aku menuruni turuanan cinta *loh kok!
Ucil, Agil dan Jhoni sudah mendirikan tenda. Sedangkan yang lain, masih tertinggal di belakang. Canda tawa tak pernah pergi dari suasana kami di sini. Ah, memang inilah nikmatnya mendaki gunung. Kebersamaan lah yang kita rindukan ketika sudah turun nanti. Ketika kegelapan sudah menaungi langir Ranu Kumbolo, rombongan yang lainnya pun mulai sampai. Selamat datang kembali di surganya Jawa. ^_^
Malam itu kami gunakan untuk menikmati malam terakhir aku berada di Ranu Kumbolo. Sampai kantuk datang tanpa diundang. Akhirnya, aku terlelap di balik sleeping bag yang hangat. Saatnya bobo cantik :)) *triiiiiiiiing
Pagi Ranu Kumbolo... pagi Mahameruuuuu...
Mari nge-teh, mari ngopi, dan mari haha hihi lagiiiiii...
Ini hari terakhir kita di sini lho! aaaaah, sedihnya... masak merupakan pilihan yang tepat. Mengingat kami akan turun sebelum matahari terik.
Makanan yang enak, dan berfoto-foto dengan gaya narsis akan menjadi kenangan yang tak terlupakan...
Selamat tinggal Ranu Kumbolo, semoga lain waktu kita akan berjumpa lagi.
| at Ranu Kumbolo, Backround Tanjakan Cinta |
| Sunrise Ranu Kumbolo |
| Pagi at Ranu Kumbolo |
| Delapan Personil Hiking Together II |
| Ranu Kumbolo, Surganya Para Pendaki |
| Di atas Ranu Kumbolo, Surga yang tersembunyi |
Perjalanan turun aku tak banyak berhenti, tapi hanya aku, Ucil, Alan, Agil n' Jhoni. Sedangkan Kak Ode dan Ochi tertinggal di belakang. Ya sudah kami memutuskan untuk menunggu mereka berdua di Watu Rejeng. Lama juga kami menunggu di Watu Rejeng. Akhirnya, kami habiskan meledek Agil yang disebut laki-laki Taman Lawang. hahaha.... Sampai akhirnya tibalah Kak Ode san Ochi. Mereka pun beristirahat di sini.
| Me at Watu Rejeng |
Ayo kawan-kawan, Ranu Pane sudah di depan mata *padahal masih jauh sih! Lanjut kaki melangkah...
Singkat cerita, sampailah aku di Ranu Pane....... Alhamdulillah, keselamatan masih menaungi kami. Bagian transportasi segera mencari kendaraan untuk turun k Tumpang. Koor. Perjalanan segera lapor ke pos TNBTS, sedangkan aku dan Ucil lebih memilih masuk ke warung souvenir. Nyari oleh-oleh buat Galih Yusuf Laksana yang tak jadi ikut. *puk puk puk Emblem, stiker dan gantungan kunci menjadi pilihan barang yang aku beli. Tak lama, terdengar suara anak-anak memanggil aku dan Ucil, sepertinya memang akan segera berangkat.
| Ranu Pane |
Kali ini, kita pakai truck, bukan jeep lagi saudara-saudara :)). Kendaraan ini lebih luas, dan kita semua bisa duduk. Tapi yang tak enaknya, dengan medan yang berliku seperti itu membuat badanku terbanting ke sana ke mari. #hemeh
Setelah jalanan sampai di sekitar Tumpang, yang menjadi targetku adalah menyalakan HP dan mengabari orang rumah akan keadaanku sekarang. Sehat dan selamat tentunya. Dan ternyata memang hari itu, Bapa sedang menunggu kabar dariku, mengingat Semeru itu gunung yang memakan banyak korban katanya. Sampai di rumah pemilik mobil sewaan ini, membantu kami mencari angkutan kota ke stasiun Malang. Okesip, angkutan sudah di dapat. Dengan biaya Rp 7.000.-/orang sampailah kami di stasiun Malang *sebelum magrib sudah sampai lho yak!
Nah, hal yang mengenakan di sini, saudara Asep mentraktir kami baso Malang. Janjinya itu karena sudah sampai puncak tertinggi Jawa. Setelah itu, aku dan Ucil menyusur jalanan kota sekitar stasiun. Mencari apapun yang ingin dicari. Kami dapat tiket pukul 19.30 dari stasiun Malang ke Gubeng. Dan yang unik di menyenangkan di stasiun ini, kami ngecharge HP kami karena tersedia fasilitas free charging :))
| At stasiun Malang |
Berangkatlah kami menuju Gubeng. Kereta ekonomi ini murah sekali *kayak kereta Purwakarta-Jakarta Kota lah kurang lebih. hihihi
Nah sampai di Gubeng, kita ngegembel di depan stasiun. Menanti kereta esok pagi, dipakai beristirahat di lantai stasiun. Oh iya, sekedar informasi, kita dapat ikut ngecharge ke pedagang 24 jam dengan membayar Rp 5.000.- (daripada HP mati kan!).
Subuh pun tiba. Mandi adalah pilihan yang wajib aku ikuti. Secara gerah sekali kan! *surabayaaaa gitu! Malam ini, Gubeng adalah tempat kami menginap. Layaknya seorang pengembara (lebih tepatnya gembel), kami tiduran di lantai depan stasiun. HP-ku pun aku charging ke pedagang kopi 24 jam samping toilet (lumayan buat facebookan di kereta besok, pikirku). Evaluasi kegiatan dari pra kegiatan sampai pasca kegiatan pun menjadi topik obrolan saat itu.
Tiket sudah disiapkan, bersiap masuk ke dalam stasiun (mengingat dari kemarin kami berada di luar stasiunnya). Satu tiket lebih kami, akan kami jual (belajar jadi calo) ke orang yang memaang membutuhkan tiket ini, secara saat itu tiket sudah terjual habis untuk tujuan Bandung sampai lima hari ke depan. Tak berniat mendapat keuntungan lebih, karena kami menawarkan tiket sesuai harga tertera, yaitu Rp 38.000.- . Aku dan Ochi akhirnya menemukan orang itu, seorang mas-mas dengan tujuan Yogyakarta (Alhamdulillah dibeli dengan harga Rp 50.000.- , lumayan buat makan di kereta nih, hihih).
Kereta kami berangkat pukul 06.00 dan bangku kami kali ini, terdapat di gerbong pertama. Wihiiiiii paling depan donks ya!!!! Perjalanan panjang dari ujung ke ujung pun dimulai. Kereta perlahan meninggalkan stasiun Gubeng Surabaya. Perjalanan tak jauh berbeda dengan keberangkatan kami dengan kereta yang sama ini. Hanya ketika pulang, main kartu dan tidur menjadi mayoritas kegiatan yang kami lakukan. Pedagang dengan berbahasa Jawa pun berlalu lalang (sampai aku hafal logatnya, semoga kalian juga masih ingat).
Sampai Kutoarjo Jawa Tengah, kereta berhenti lumayan lama. Gerbong masinis pun dicopot, digantikan dengan gerbong yang lain. Prosesnya aku lihat sendiri, secara berada di gerbong paling depan juga kan!. Ular besi ini seakan melepas kepalanya, dan menggantinya dengan kepala yang lain. Selesai proses ini, tak lama kereta berjalan kembali. Senja di pintu gerbong memang tak akan terlewatkan, mengingat akan lama lagi bisa merasakan hal ini kembali. Ketika pedangan sudah berubah memakai bahasa Sunda, aku yakin ini sudah ada di bumi priangan, yang hejo ngemploh sugih mukti, sarta cur cor caina. Bumi pasundan yang subur tutuwuhan, beunghar pepelakan. Pukul 23.05 WIB Kak Ode, Agil dan Jhoni turun di stasiun Cicalengka, katanya mau naik bus di Cileunyi aja. Sedangkan aku, Ucil, Alan dan Ochi turun di stasiun Kiara Condong.
23.40 WIB kereta berhenti di Stasiun Kiara Condong. Bapak sudah menunggu di sana. Ah, senangnya perjalanan panjang ini terhenti juga untuk sekarang. Ochi sudah di jemput kak Bicky, sedangkan UPI on the gank pulang bareng Bapak.. Sea food, rindu sekali dengan makanan ini. Lanjut makan dulu di sea food depan borma Setiabudi kita. Jabat tangan ketika mobil terparkir di ruko Sersan Bajuri pun menandakan pisahnya aku dengan Ucil dan Alan, selamat malam kawan, selamat beristirahat, selamat mimpi indah di kosan masing-masing :D :D :D.
****Sebuah Catatan Perjalanan untuk Aku, dan Kalian****
Keep Eksplore Java Indonesia
Satu pesan buat kita, Negeri ini kaya kawan, jangan berhenti untuk berjalan dalam sebuah perjalanan
Kenangan untuk kita, 03-09 Juni 2012, MAHAMERU *puncak para dewa*.
| At stasiun Gubeng Surabaya |
| Menunggu kereta at Stasiun Gubeng Surabaya |
Sampai Kutoarjo Jawa Tengah, kereta berhenti lumayan lama. Gerbong masinis pun dicopot, digantikan dengan gerbong yang lain. Prosesnya aku lihat sendiri, secara berada di gerbong paling depan juga kan!. Ular besi ini seakan melepas kepalanya, dan menggantinya dengan kepala yang lain. Selesai proses ini, tak lama kereta berjalan kembali. Senja di pintu gerbong memang tak akan terlewatkan, mengingat akan lama lagi bisa merasakan hal ini kembali. Ketika pedangan sudah berubah memakai bahasa Sunda, aku yakin ini sudah ada di bumi priangan, yang hejo ngemploh sugih mukti, sarta cur cor caina. Bumi pasundan yang subur tutuwuhan, beunghar pepelakan. Pukul 23.05 WIB Kak Ode, Agil dan Jhoni turun di stasiun Cicalengka, katanya mau naik bus di Cileunyi aja. Sedangkan aku, Ucil, Alan dan Ochi turun di stasiun Kiara Condong.
23.40 WIB kereta berhenti di Stasiun Kiara Condong. Bapak sudah menunggu di sana. Ah, senangnya perjalanan panjang ini terhenti juga untuk sekarang. Ochi sudah di jemput kak Bicky, sedangkan UPI on the gank pulang bareng Bapak.. Sea food, rindu sekali dengan makanan ini. Lanjut makan dulu di sea food depan borma Setiabudi kita. Jabat tangan ketika mobil terparkir di ruko Sersan Bajuri pun menandakan pisahnya aku dengan Ucil dan Alan, selamat malam kawan, selamat beristirahat, selamat mimpi indah di kosan masing-masing :D :D :D.
****Sebuah Catatan Perjalanan untuk Aku, dan Kalian****
Keep Eksplore Java Indonesia
Satu pesan buat kita, Negeri ini kaya kawan, jangan berhenti untuk berjalan dalam sebuah perjalanan
Kenangan untuk kita, 03-09 Juni 2012, MAHAMERU *puncak para dewa*.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar