marquee

Silih Asih ku Pangarti, Silih Asah ku Pangabisa, Silih Asuh ku Pangaweruh

Kamis, 22 Maret 2018

Kota Istimewa itu Bernama YOGYAKARTA

Menuju Bandung ...



Kesejukan pagi itu menemani perjalanan menuju Stasiun Bandung. Berubah dari plan awal yang sudah tersusun sedemikian rupa tentang transportasi Karawang - Bandung, kali pertama saya menjadi penumpang gelap (untuk bagian ini tidak untuk dipublish, pertolongan Allah itu selalu datang di saat yang tepat).

Stasiun Bandung
Pagi itu, Stasiun Bandung basah akibat guyuran air dari langit. Sepiring nasi uduk dan segelas teh manis mengisi perut yang mulai protes karena belum terisi. Saya bersama teman berjalan kali ini, cukup menikmati sarapan kami. Tenang, sebelumnya kami telah menyelesaikan proses chek-in ticket online (tinggal masuk stasiun dan melewati pemeriksaan identitas saja).

*Info Penting*

Tiket kereta api sekarang sudah bisa dipesan jauh-jauh hari melalui situs resmi PT. KAI di www.kereta-api.co.id. Selain itu, bisa juga melalui lembaga-lembaga yang sudah bekerjasama dengan PT. KAI lainnya (tinggal searching di google sebenarnya). 



****

Kereta Api Lodaya Pagi yang berangkat 07.20 WIB segera bersiap untuk membelah hutan belantara priangan yang menawan. Gerbong Bisnis 1 dengan nomor kursi 3B pun aku isi. Pagi yang indah, petualangan pun dimulai...

Pukul 12.00 perut pun kembali protes. Bagi yang tidak mempersiapkan makanan dan minuman selama berada di kereta, PT. KAI menyiapkan gerbong Restorasi yang menyediakan makanan berat dengan kisaran harga Rp. 30.000.- dengan minuman dingin maupun panas (harga standar restoran). Siang itu, saya memilih untuk mencoba nasi rames instan yang dipanaskan dalam microwave, jadi makanan tersebut siap disantap hangat.

Di perjalanan, kami berkenalan dengan seorang ibu yang membawa seorang putrinya untuk berlibur di Jogja. Ibu itu bernama bu Aat, seorang guru salah satu SMP Swasta di Kota Bandung. 

Sore, Yogyakarta :)

Tepat pukul 15.12 Kereta Api Lodaya jurusan Bandung-Solo Balapan tiba di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Kami pun turun dengan sisa tenaga yang ada (baca: baru bangun tidur). Hujan lebat berangin menyambut kami. Jalanan keluar stasiun sesak, tidak dianjurkan untuk ikut mengantri (takut kehabisan oksigen) dan kondisi perut keroncongan. Melipir warung-warung di Stasiun, mencari sesuap nasi untuk di makan. Saya memilih Paket Friedchicken Wings dengan nasi seharga Rp. 10.000.- untuk makan (ke)sore(an), dan teman berjalan saya lebih memilih makanan khas Jogja dengan nama Nasi Gudeg dengan campuran berbagai lauk dengan harga Rp. 16.000.-. Setelah mendapat makanan berat sore itu, kami memutuskan untuk mencari lapak makan. Berhubung cuaca tidak mendukung kami untuk meninggalkan stasiun, maka pilihan tempat makan kami jatuh di dalam lobi stasiun pinggiran rel (sambil celingak-celinguk takut diusir sama security stasiun).

Selepas hujan, barulah kami keluar dari stasiun. Mencari penginapan merupakan agenda pertama kami. Telepon kesana-kemari, searching sana-sini, sampai akhirnya pencarian kami berakhir ketika bu Aat (orang yang kenal dikereta) menelepon. Beliau menawarkan penginapan untuk kami dengan harga yang cukup murah. Dengan menggunakan beca sepeda seharga Rp.25.000.- (kalau gak hujan bisa Rp. 20.000.-) berangkatlah kami ke jalan Pajeksan.

Penginapan, Homestay atau lebih tepat saya menyebutnya Kosan ini berlantai 3. Entah bangunan baru atau baru direnovasi. Yang pasti ada 2 ruang kosong di lantai pertama serta satu kamar mandi. Sedangkan di Lantai 2 terdapat 2 kamar dengan 1 kamar mandi. Dan di lantai 3 terdapat 1 kamar (tanpa kamar mandi). Ketika kami sampai disana, Bu Aat sudah masuk di kamar lantai 2. Kamar lain di lantai itu pun sudah terisi. Jadi terpaksa kami menggunakan kamar di Lantai 3 sebagai tempat bermalam kami.

Penginapan sederhana dengan cost Rp. 70.000.-/person (Fasilitas : twin bad lantai, kipas angin, lemari) dengan share bathroom. Keberuntungan bagi kami, karena miss komunikasi dan kepolosan kami tidak banyak bertanya terlebih dahulu cost disana, serta bernegosiasi dengan yang empu penginapan dan mas-mas penjaga, ditambah pertolongan keberuntungan dari Yang Maha Pencipta, kami bayar Rp. 210.000.-(untuk tiga hari/room, gak perorang lagi hitungannya).

Tempatnya memang di gang sempit antara Jalan Pajeksan dan Jalan Dagen kami bisa menginap.

****

Pagi itu, 6 Januari 2017

Mencari sarapan tidaklah sulit di Kota Yogyakarta. Dengan cost Rp. 5.000.- saya sudah mendapatkan sebungkus nasi kuning dengan irisan telor dadar dan abon sapi. Jika ingin menambah lauk seperti telor puyuh, ati ampela, ataupun usus ayam (yang ditusuk ala angkringan) dapat didapat seharga Rp. 1.500.-/tusuk.

Selepas sarapan, setelah bersiap-siap kami pun melipir di Tempat Penyewaan Motor. Harga penyewaan motor di Yogyakarta itu bervariatif dengan kisaran Rp. 50.000.- sampai Rp. 150.000.-/hari (tergantung jenis motor dan kemampuan tawar-menawar kita dengan pemilik rental). Setelah melobi harga, Dengan harga Rp. 130.000.- menggunakan motor Yamaha Jupiter MXKing, sewa selama 48 jam, helm 2, jas hujan 2, full tank Pertamax, dan kesepakatan untuk pengembalian motor di Stasiun Tugu.

*Info Penting*
Tawar-menawarlah harga sebelum melakukan transaksi jenis apapun, dan perjelas segala macam kesepakatannya.

Dengan motor berwarna biru ini lah kami mengelilingi beberapa sudut keindahan kota Yogyakarta hingga ke daerah yang lainnya.

Sebelumnya, kami sudah menyusun schedule perjalanan kali ini. Pagi hingga sore nanti, kami hendak menelusuri Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar