Bandara International Lombok (BIL) Photo by : Tyo Angga |
Berbicara Lombok, kesan pertama yang saya dapatkan adalah panas dan gersang, kayaknya panasnya itu gak jauh beda sama Karawang ataupun Jakarta, tapi kegersangan itu terbayar dengan petualangan yang saya dapatkan di timur Indonesia ini.
Sampai di BIL, hal yang pertama dicari setelah carriel-carriel kami yaitu serpihan teman-teman kami, dan tentunya papah yang sudah terlebih dahulu sampai. Oh iya, buat anda pengguna indosat, bersiaplah menghadapi kenyataan pahit jikalau sinyal indosat di sana tidak terlalu baik. Sinyal cuma buat sms doang sih ada, tapi sinyal 3G atau H+ jangan berharap anda dapatkan. Ya karena berharap itu memang sakit.... *melayang tuh paket internet unlimited yang baru diisi selama 8 hari* :((
Yaaaaa, teman-teman kami *dengan muka agak BETE sudah menunggu di depan pintu keluar bandara. Senyum terbaik pun saya berikan *dengan muka tanpa dosa, alias sedikit polos*. Yang menjemput kami pun sudah stand bye di Bandara, tapi yaaa kami butuh meeting kecil2an, maklum lah beda ittin kita :D
Gak lama sih, so cuuussss... petualangan pun di mulai. Perasaan nya nano-nano, lelah, ngantuk, dan pastinya senang. Cuma, belum ada rasa ingin pulang ajah, jarang punya perasaan begitu soalnya. TIDUR, yaaaa seperti tak ada option lain, pliiis Tuhan, mata saya sudah tak sanggup menahan beban berat ini. Dengan dibuka obrolan kecil bersama pak supir, sekalian nanya2 alamat untuk bertemu pak Marzuki, memberikan paket dari orang rumah, saya pun terlelap dalam tidur tanpa impian, yaaa udah gak mimpiin Lombok sih.
Sedikit berbicara lalu lintas di sana, sepi loh guys... Maklum lah biasa kena macet di Bandung, Karawang, sama Jakarta. Selain itu, banyak mobil-mobil dengan plat nomornya di luar Lombok. DK atau nopol Bali sudah lumrah kita jumpai, bahkan mobil-mobil pemerintahan banyak yang memakai nopol Jabodetabek. Menurut sumber yang terpercaya sih karena mobil-mobil berplat nomor luar daerah itu dijual murah di sini *siapin list belanjaan mobil, hahaha*.
Break at Aikmel (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
Aikmel, sebuah daerah di dekat Selong yang menjadi tempat pemberhentian kami. Lapar, ya satu hal yang membangunkan saya, dan teman-teman yang lainnya. Bakso ternyata lebih menggoda saya daripada nasi bungkus depan masjid. Lupa nama masjidnya, maklum lah.. Lombok adalah pulau seribu mesjid. Yaaa, julukan itu diberikan karena banyak sekali mesjid di pulau ini. Semoga isi mesjidnya sesuai dengan kuantitas umat Islam yang berjamaah di mesjid tersebut, Amiiin.
Selepas mencuci dengan sepotong es krim, kami pun melanjutkan perjalanan....
*singkat cerita*
Sampailah kami di daerah.... *lupa nama tempatnya*, yang pasti posisinya sebelum Sembalun. Ya jalan berkelok naik-turun menjadi santapan manis sore ini. Angin yang berbeda suhu dengan Mataram pun mengingatkan saya akan semakin dekatnya dengan sang Primadona gunung Indonesia ini.
Melepas lelah, meluruskan pinggang, dan menikmati pesona keindahan secuil pulau Lombok menjadi pilihan kami saat itu. Sayang, tempat yang (menurut saya) indah ini, tergores oleh gundukan sampah yang sepertinya tak pernah diangkut oleh petugas kebersihan, *emang ada yah?, yakali*
Break (lagi) Photo by : Paps Muchlis |
Alin (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
Di kejauhan, tampak pesona pemukiman penduduk yang dikenal dengan nama SEMBALUN. Yaaa, sebuah daerah yang tak asing bagi telinga saya. Sebuah tempat yang menjadi awal cerita perjalanan kawan-kawan saya yang terdahulu, dan sebuah tempat yang bikin jantung saya berdegup kencang. Sebenarnya ingin teriak "Indonesia, I Love You", sungguh indah alam nusantara ini.
Tak lama kami diam di sini, yaaaaa... setidaknya sampai kami berfikir "Hari sudah semakin senja", cuuuusss ke Pos TNGR untuk menyelesaikan administrasi pendakian kami esok hari.
Dengan alasan perbedaan ittin ketika pulang, so.... administrasi kami pun dibedakan. Saya bersama Desi dan Ikhwan mengambil perijinan 4 hari 3 malam dengan naik di Bawak Nao dan turun di Senaru. Sedangkan rombongan Bos Klettern mengambil waktu 5 hari 4 malam dengan naik di Bawaknau dan turun di Torean.
Alhamdulillaaaaah, rejeki anak shalehah di suasana iedul fitri, rombongan saya bertiga dikasih free biaya masuk. Mau tau rahasianya??? hmmmmm.... Tipsnya ada di behind the scene ^^
Setelah berbelanja perlengkapan terakhir kami *baca: Gas dan air minum*, bergegaslah kami ke tempat tujuan akhir hari ini, sebut saja daerah itu Bawak Nao.
**Sepintas bercerita mengenai Bawak Nao...**
Bawak Nao adalah sebuah desa yang berada di kaki Gunung Rinjani. Kalau versi saya, jalur Bawak Nao ini merupakan jalur potong kompasnya Sembalun. Selain letaknya yang tak jauh dari Sembalun, jalur ini belum memiliki RIC (Rinjani Infomation Centre) seperti di Sembalun ataupun Senaru. Oleh sebab itu, administrasi pendakian dilakukan di Sembalun, daerah yang dilewati ketika hendak menuju Bawak Nao. Persyaratannya pun gak muluk-muluk kok, cukup nulis di buku besar *udah kayak buku leger*, dan membayar tiket pendakiannya.... *lupa biayanya* yang pasti diitungnya per hari dan per orang. Walaupun diujung cerita kami mengenai ini, versi porter sih gak ada biaya per hari, jadi itungannya per orang saja dengan waktu tak terhingga di atas. Ya sudahlah.... dikasih free aja udah bersyukur banget :D
Tak lama memang perjalanan kami... Sampailah di tempat di mana nanti malam saya akan tertidur nyenyak dalam SB yang hangat, dan esok paginya terbangun dengan wajah ceria. Sambutan hangat akamsi cukup membuat saya nyaman tinggal di rumah salah satu porter rinjani *sebut namanya Mas Ma Win*, porter yang cerdas dan tak henti-hentinya membuat saya gagal menjadi anak bahasa, selalu SkakMat kalau berdialog dengan beliau.
Pesanan sayur pun sudah langsung diantar oleh temannya Locker Alfonso *akamsi Rinjani berambut gimbal, teman kami* yang sebelumnya sudah sangat membantu ittin perjalanan di sini, hatur nuhun om Lockeeeeeer :)
*Sore itu di Bawak Nao.....................*
Ada yang lucu sore itu di Bawak Nao....
Ditengah keceriaan kami di ruang tengah rumah Mas Ma Win, banyak sapi yang lewat di depan rumah, bak karnaval sapi yang jumlahnya entah berapa, dan entah itu milik siapa. Sapi-sapi pintar itu kembali ke kandang *tau jalan pulang sendiri* tanpa disuruh oleh penggembala. Sapi-sapi itu menutup jalanan Bawak Nao ibarat tukang demo yang menutup bunderan HI dan membuat macet lalu lintas. Kekaguman akan makhluk ciptaan Tuhan ini, membuat saya hanya bisa takjub dan berucap Subhanallah....
Sapi-sapi Bawak Nao (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar