|
Pos 3 (Photo by : Tyo Angga) |
Selimut tidur yang memeluk kami semalaman suntuk, harus kalah oleh embun pagi yang datang terlalu pagi. Hai mentari, engkau belum tampak tapi mataku sudah mulai terbangun dari mimpi panjang. Yaaaaa... porter kami pun sudah siap menjamu dengan teh manis hangat yang menyegarkan raga. Senyuman mas Mawin dan Pak Muzi membuat saya malu untuk kembali ke tanda (niatnya mau bobo lagi,,,, dinginnya berasa Tuhan ).
Menikmati suguhan alam yang secara alamiah bisa dinikmati dengan mata telanjang, tanpa harus bermodalkan lensa tele yang katanya bisa memotret keindahan alam yang sebenar-benarnya. Ah, walau dengan bantuan alat bantu penglihatan, mata saya tetap dapat menikmati anugrah Tuhan yang tiada dua ini.
Selepas makan dan packing, perjalanan kami pun dilanjutkan. PLAWANGAN SEMBALUN,,, ya itulah tujuan akhir kami hari ini. Dini hari nanti, barulah
summit attack menuju langit Dewi Anjani.
Perjalanan semakin berat, tanjakannya semakin membuat nafas sesak bin ngos-ngosan. Debu jalanan menjadi make up alamiah bagi sang kulit (lupa rasanya pake bedak). Panas matahari tetap saja terik, dan kulit entah berwarna apa (Jangan lihat muka dan hidung saya, ini penting, saya gosong, captain!).
Pernah dengar yang namanya bukit penyesalan? Yaaa bukit yang bener-bener bikin nyesel bin nyesek. Sakitnya tuh di sini (nunjuk dengkul) saat tahu bukit penyesalan itu bisa dibilang bukit PHP. Gimana gak PHP, di atas bukit masih ada bukit, gak berujung tanjakannya sampe Sembalun,,, serius loh, dan ini penting! Porter mana porter... hilanglah mereka dari penglihatan saya *cepet banget jalannya, padahal bawa barang berat pake banget* (keprok untuk bang Ma Win dan Pak Muzi "prokprokprok).
|
Mau liat bukit penyesalan, liat jalanan belakang saya >.< |
|
Kami lelah, namun senang (kecuali yang tengah) Photo by : Tyo Angga |
|
Akhirnya sampai (di tempat datar sedikit) Photo by : Ikhwan Setiawan |
(Masih) bersama teman berjalan... Terimakasih telah menemani, dan tak meninggalkan *entah dia juga sama kayak saya jalannya, sama-sama sudah kecapean, piiiiissss :)*
|
Menuju pintu gerbang Plawangan (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
|
Ikhwan dari belakang (Photo by : Alin) |
Sampailah di ujung bukit, dan katanya inilah pintu gerbang Plawangan Sembalun, Alhamdulillaaaaaah... horeeeeeyyyy.... "eeeeiiittsss jangan senang dulu guys, ini baru pintu gerbangnya, kita tak tahu porter kita nyari lapak sebelah mana untuk tenda kita". Oke, saya mendadak diam seribu bahasa di sini, masih harus terus berjalan kembali, "sabar yah lutut".
Pelan, tapi pasti (pasti capeknya). Yaaaaa... jalanan yang tak berujung, Plawangan itu panjang sekali. Tenda demi tenda dilewati, tak adalah porter hebat kami. Sampai akhirnya ada sambutan teh hangat dan senyuman dari Papah Muchlis dan para porter yang sudah sampai terlebih dahulu, "beneran kan ini lapak kita, gak jalan lagi kan! gak boong kan! Hahaha :D
|
Oke kaki, Akhirnya sampai Plawangan Sembalun (Photo by : Alin) |
Di mana si Apoy? yaaaa teman saya satu itu tertinggal entah di mana, padahal yang lain sudah berkumpul. Orang yang saya pikir si senior itu belum sampe? serius? ketiduran di mana dia? aaaaah... abaikan terlebih dahulu, toh saya dan dia terpisah di pintu Plawangan, dan darisana gak ada persimpangan lain untuk sampai ke sini. Penantian terhadap Apoy itu ternyata tak sebentar, sampai akhirnya Papah Muchlis kembali ke jalur untuk mencari sang senior yang katanya udah mendaki Gunung Lawu 3x itu.
Menanti sang senior Lawu, saya bersama Desi dan Teh Iyenk beraksi di dapur. Merasa bosan dengan masakan yang disajikan porter membuat kami berinisiatif untuk memasak sore itu. "Bapak-bapak porter yang kuat cukup membuat tenda, mencari air, dan membuatkan kami teh saja. Sisanya kami saja yang urus". Dengan dibalas senyuman dari Bang Ma Win dan Pak Muzi membuat saya dan dua teman lainnya sesegera mungkin menyelesaikan tugas kami. Tak lama dari kami memulai aksi dapur, datanglah sang senior dengan tas yang dibawakan Papah. Alasan dengkul yang sudah keropos dan susahnya mencari lapak kami (iya gitu? gue sih enggak) membuat Apoy duduk manis saja di jalur, berharap ada yang jemput (maksud loh? kita tuh khawatir tau! dan lo duduk manis doang? siyaaaal!!)
|
Ketika kami menjadi tim dapur (photo by : Paps Muchlis) |
|
Salah satu penampakan makanan kami (Photo by : Tyo Angga) |
Bersantap masakan kami (lebih enak dong daripada masakan porter, ini serius) hal selanjutnya yang kami lakukan adalah menanti langit cerah dan menatap sang langit Anjani dari kejauhan, di sebrangnya tak kalah hebat, suasana matahari yang hendak kembali ke tempat peraduannya berkolaborasi dengan pemandangan Segara Anak dan bukit-bukit di sampingnya, ah benar-benar pemandangan yang indah pake sangat :) Terimakasih Tuhan untuk semua yang Engkau perlihatkan ini.
|
Memandang sang primadona (Photo by : Tyo Angga) |
|
Plawangan Sembalun, backround Puncak Rinjani (Photo by : Tyo Angga)
|
|
Matahari masih tinggi (Photo by : Ikhwan Setiawan)
|
|
Jpers Jawa Barat (Photo by : Uwi Louisa) |
Jangan berhenti sampai sunset saja guys, langit yang cerah di kala malam membuat kami tak boleh melewatkan taburan bintang yang menguasai galaksi. Tapi, berhubung dini hari nanti kami hendak
summit attack, tentulah menyiapkan perlengkapan yang hendak dibawa nanti, dan langsung dilanjut istirahat menjadi prioritas kami kala itu.
|
Segara Anak (Photo by : Ikhwan Setiawan)
|
|
Biru mendamaikan, jingga menenangkan dalam gelap (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
|
Siluet versi kami (Photo by : Ikhwan Setiawan)
|
|
Selamat malam, Danbo (Photo by : Ikhwan Setiawan) |
Night, teman berjalan :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar