marquee

Silih Asih ku Pangarti, Silih Asah ku Pangabisa, Silih Asuh ku Pangaweruh

Kamis, 29 Januari 2015

Rinjani... "Mengunjungi Langit Dewi Anjani" - (Part 5)

Rinjani (Photo by : Paps Muchlis)


"Pak Bos, ini teh hangatnya sudah saya buatkan" suara Bang Ma Win membangunkanku. Yaaaaa, jujur saja dinginnya bikin saya malas untuk keluar dari selimut tidur ini. Walaupun begitu, tekad saya untuk sampai di salah satu 7summit Indonesia ini tak boleh saya sia-siakan. Dengan berat hati pun, akhirnya saya keluar dari tenda disusul Ikhwan dan Desi yang sudah terjaga pula. 

Dibantu Ikhwan, saya pun mempersiapkan perlengkapan untuk summit dini hari ini. Headlamp pun setia menempel di kepala saya ditemani sarung tangan yang tak akan saya lepas sampai mentari datang #sikap. Teh manis hangat dan roti tawar pun menjadi santapan saya kala itu. "Harus sarapan, biar gak masuk angin, lin!" begitulah ucapan Bang Ma Win yang masih sibuk membantu perlengkapan summit kami. 

Selepas semua siap untuk berangkat, berdoa memohon perlindungan dan kelancaran atas perjalanan kami. "Berdoa dimulai".

Selangkah demi selangkah, kaki kami pun berjalan menelusuri jalanan berpasir. Om Luisa pun menjadi leader summit ini. Sedangkan Apoy sebagai sweapernya. Sedangkan yang perempuan-perempuan machonya disimpan di belakang om Luisa *da kita mah apa atuh*.

Fisik yang mulai menurun, dan angin yang gak woles banget sukses membuat saya muntah-muntah, "batu mana batuuu???". Yaaaaa batu besar yang terkadang ada di sekitar jalur adalah tempat paling nyaman untuk menahan angin yang semakin kenceng. Langit memang cerah, cuma anginnya kencengnya pake banget. Angin tanpa permisi pun masuk sebanyak-banyaknya ke tubuh yang mulai protes sama kedatangan si angin ini. 


Walau tidak tepat sesuai agenda menikmati sunrise di puncak, tapi setidaknya kami dapat mencapai puncak Dewi Anjani ini dengan rasa bahagia. Terimakasih untuk tidak meninggalkanku di tengah perjalanan yah kamu (#nomention). Akhirnya Rinjani tidak hanya sekedar mimpi. Indonesiaaaa... terimakasih untuk keindahan alamnya. Mamah dan Bapak, terimakasih untuk ijinnya... Maaf karena di hari lebaran harus pergi dari rumah, keberhasilan ini untuk kalian. 

Oh iyah, saat liburan seperti ini berfoto di puncak layaknya foto box yang harus bergilir menunggu antrian. Macet, rame, dan panas, begitulah rinjani sekarang. Sepotong jeli cukup membuat bibir saya kembali segar dari kekeringan, maklumlah angin bercampur teriknya mentari itu cukup membuat bibir saya pecah-pecah. Sudahlah, lebih baik diabaikan daripada dirasa untuk saat ini.

Horeeee.. Top Rinjani :) (Photo by Ikhwan Setiawan)

Menapakan kaki di salah satu primadona Gunung Indonesia (Photo by Ikhwan Setiawan)


Tak lama memang kami di puncak. Mengingat hari ini kami masih ada agenda melanjutkan perjalanan ke Segara Anak. Danau yang menjadi ikon si primadona ini. Yaaaaaa, ngantuk, panas pun diterjang untuk segera dapat turun menuju Plawangan kembali. Memang perjalanan turun tak selama saat naik, tapi dengan kondisi lelah dan teriknya matahari menyinari kami, penurunan fisik pun tak dapat dihindarkan.

Perjalanan Turun (Photo by : Paps Muchlis)
Mari turun gunung (Photo by: Paps Muchlis)


Sampai plawangan, saya tak bisa menahan rasa kantuk saya. Masuk tenda dan tidur itu pilihan yang tidak bisa ditawar lagi. Meski panasnya tenda berasa oven, tapi ternyata bukan hambatan penghalang tidur saya. 

Tidak lama memang saya terlelap... "Dung, bangun... ayo packing"... Ya itulah teguran yang membangunkan saya. Walau sebenarnya nyawa saya belum terkumpul semua, tapi memaksa badan ini untuk bangkit kembali adalah pilihan saya kala itu. Daripada sampai Segara Anaknya malam toh, mending maksa bangun sekarang,

Bukan hanya saya dan Ikhwan yang bergegas packing, ternyata teman-teman yang lain pun sama. Ya, perjalanan belum usai, Lin. Penyakit malas untuk bergegas setelah mencapai puncak sedang kambuh nih. Hawa malas untuk jalan lagi mulai hinggap mengelilingi otak saya. Oke, bukan saatnya menuruti sang malas dulu, karena matahari sudah mulai bergegas ke barat, tahukah apa artinya? *silahkan dijawab sendiri*.

Full Team :) (Photo by : Timer)


Selesai semua... mari kita kemon... :)

**Di perjalanan Plawangan Sembalun menuju Segara Anak**

Jalanan menurun dan cukup curam menjadi track kami kali ini. Perjuangan belum usai, captain!!! Bersaling sapa dengan teman yang hendak naik menuju Plawangan dan yang kebetulan berjalan beriringan ke bawah menjadi warna-warni perjalanan kali ini. Saling mengalah untuk berjalan *maklum, jalannya kecil* juga menjadi cerita tersendiri. "Lin, itu anak UPI yah, pake almamater UPI soalnya" tegur papah Muchlis sebari menunjuk orang yang berada di depan saya. Setelah bertegur sapa, ternyata orang itu adalah anak Khauf dan Biocita Formica (dua KPA yang ada di kampus UPI Bandung). Perbedaan angkatan dengan dua orang itu menjadikan kami tidak saling kenal. Maklum lah saya sarjana muda saat itu, sedangkan mereka jauh di atas saya.
Jalur menuju Segara Anak (Photo by : Desi Lestari)

Perjalanan Menuju Segara Anak (Photo by : Teh Iyenk)



Pemandangan yang indah (serius, indah banget) cukup membuat mata saya terpana sepanjang perjalanan. Candaan dan celotehan teman berjalan menjadikan langkah saya kuat untuk terus berjalan. Bang Ma Win dan Pak Muzi sudah duluan, mencari lapak untuk tenda kami di Segara Anak, eh di pinggir Segara Anak deng, kalau di Segara Anaknya bisa tenggelam kami, begitulah sebagian celotehan porter cerdas kami. Memasuki magrib, barulah kami sampai di Segara Anak, dan Bang Ma Win menjemput kami dan membantu membawakan carriel yang saya bawa, ah terimakasih bang :)

Pak Muzi yang menunggu di tenda, langsung menyodorkan minuman hangat pelepas dahaga. Alhamdulillah gak keliatan di mana Segara Anaknya, gak sabar nunggu besok pagi.

Selepas makan malam, diselingi obrolan mengenai misteri dan folklore rinjani bersama dua porter cerdas itu berlanjut ke datangnya ngantuk di mata saya. Masuk dalam selimut tidur dengan jaket dan perlengkapan penghangat lainnya, saya pun terlelap dalam mimpi.. Good night guys :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar